时间:2025-05-21 03:56:36 来源:网络整理 编辑:探索
Warta Ekonomi, Jakarta - Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam quickq怎么下载pc端
Akademisi dan pengamat menilai kawasan Asia Tenggara saat ini berada dalam keadaan genting. Berbeda dengan masa lampau, kawasan Asia Tenggara, tepatnya wilayah Laut China Selatan (LCS), kini menjadi tempat kekuatan-kekuatan besar dunia saling berhadapan sehingga meningkatkan ketegangan kawasan.
Bagi Ketua Forum Sinologi Indonesia (FSI) Johanes Herlijanto, agresivitas China dalam sekitar 15 tahun terakhir ini menjadi salah satu faktor yang berkontribusi bagi terciptanya ketegangan tersebut.
“Pada masa lalu, sejak zaman Deng Xiaoping hingga Pemerintahan Hu Jintao, meski sudah memupuk kekuatan, China mempertahankan sikap low profiledan berupaya menyembunyikan kekuatannya," kata Johanes saat menghadiri seminar “China dan Keamanan Maritim Regional: Pandangan dari Asia Tenggara” di Jakarta, Senin (19/5).
"Meski terjadi ketegangan antara China dengan negara-negara Asia Tenggara, seperti konflik dengan Vietnam tahun 1974 dan 1988, serta ketegangan dengan Filipina di tahun 1995, namun ketegangan saat itu tidak meningkat seperti saat ini,” sambungnya.
Baca Juga: Telepon Jerman, Beijing Desak Uni Eropa Hentikan 'De-Risking' Terhadap China
Namun, menurut pemerhati China yang juga Dosen Magister Ilmu Komunikasi UPH Universitas Pelita Harapan (UPH) itu, sejak 2012, China terlihat semakin memperlihatkan kekuatannya, dan bahkan aktif melakukan apa yang oleh para ahli disebut sebagai aktivitas zona abu-abu (greyzone), yaitu memobilisasi unsur-unsur maritim sipil didukung oleh unsur Penjaga Pantai China dan Angkatan Laut Tentara Pembebasan Rakyat, untuk beraktivitas di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) negara-negara Asia Tenggara.
Johanes menambahkan bahwa beberapa negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia, Filipina, Vietnam, dan Malaysia, pernah mengalami hal serupa, yakni menjadi sasaran dari aktivitas pelanggaran hak berdaulat oleh China, yang dilakukan dengan berdasar pada 10 garis putus-putus yang hanya dilandasi oleh apa yang China sebut sebagai “hak sejarah”, namun sebenarnya tidak sah berdasarkan hukum laut internasional, yaitu UNCLOS (United Nation Convention on the Law of the Sea).
Merespons hal di atas, Johanes beranggapan bahwa negara-negara Asia Tenggara, khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) perlu meningkatkan persatuan dan kemampuan dalam menghadapi sikap agresif China tersebut.
Peningkatan persatuan itu penting karena menurut Ristian Atriandi Supriyanto, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia, negara-negara ASEAN justru sedang terbelah dalam menghadapi perilaku agresif China.
Baca Juga: Impor Timah China dari RI Meledak, Ternyata Gegara Ini!
“Sebagian dari negara-negara ASEAN mengambil pendekatan lunak karena merasa lemah menghadapi China, atau merasa China terlalu penting, terutama secara ekonomi,” tuturnya.
Akademisi yang baru saja menyelesaikan disertasi doktor di Australian National University itu khawatir bila terdapat anggapan di kalangan elite pemerintah negara-negara ASEAN bahwa perundingan dan pengakuan terhadap klaim China merupakan pengorbanan yang cukup kecil karena kerja sama dengan China dianggap memberi lebih banyak keuntungan.
Sementara itu, Kepala Pusat Pengkajian Maritim (Kapusjianmar) Sekolah Staf dan Komando TNI Angkatan Laut (Seskoal), Laksamana Pertama (Laksma) TNI Salim, S.E., M.Phil., M.Tr Opsla, juga sepakat dengan pandangan bahwa Asia Tenggara saat ini sedang menghadapi tantangan yang muncul dari adanya rivalitas dua kekuatan besar dunia.
Oleh karenanya, menurut Perwira Tinggi TNI AL itu, negara-negara kawasan Asia Tenggara harus berupaya menghadirkan stabilitas dan kedamaian kawasan, antara lain dengan menggalakkan dialog dan diplomasi maritim untuk menemukan solusi bagi sengketa-sengketa maritim regional.
Halaman BerikutnyaHalaman:
Amerika Serikat Turun Gunung Kejar Hacker Coinbase2025-05-21 03:54
Prodi Arsitektur President University Presentasikan Tiga Paper di Simposium Kyoto Jepang2025-05-21 03:50
Majelis Hakim Putuskan Vonis Richard Eliezer Besok, Kamaruddin Simanjuntak: Semoga di Bawah 5 Tahun2025-05-21 02:53
288 Cagar Budaya Asal Indonesia Pulang dari Belanda, Bisa Dilihat di Museum Nasional2025-05-21 02:52
Jakpro Akan Bangun Jaringan Utilitas Bawah Tanah di Jaksel Sepanjang 115 Km, Target Rampung 20232025-05-21 02:43
Dukung Pemuktahiran Data, 344 Petugas IT Desa di Kabupaten Kediri Ikuti Sosialisasi SIKS2025-05-21 02:39
5 Bahan Makanan yang Picu Diare Selain Cabai, Perhatikan di Kemasan2025-05-21 02:34
Pemerintahan Jokowi Selama Satu Dekade, Dinilai Berhasil Wujudkan Indonesia Sentris2025-05-21 02:30
Mengenal Eldest Daughter Syndrome, Beban untuk si Sulung Perempuan2025-05-21 01:40
Harga Bitcoin Tembus US$105.000, Dekati Rekor Tertinggi Sepanjang Masa2025-05-21 01:13
IndoBuildTech Expo Part22025-05-21 03:49
Mandiri Indonesia Open 2024: Turnamen Golf Bergengsi Kembali Hadir dengan Semangat Baru2025-05-21 03:35
Geger Warga Tanjung Priok Temukan Benda Mirip Granat, Setelah Dicek Gegana Ternyata...2025-05-21 03:21
Bagaimana Islam Melihat Penggunaan Dana Zakat untuk Program MBG?2025-05-21 03:03
Hendak Tawuran, Polda Metro Jaya Tangkap 12 Pemuda di Waduk Pluit2025-05-21 02:48
Heboh Berita Naik Mikrotrans Tak Lagi Gratis, Dishub DKI: Itu Hoaks!2025-05-21 02:42
Satu Transaksi Sejuta Donasi dari LEKA Bersama Dompet Dhuafa Bagi Anak2025-05-21 02:04
Tak Selamanya Tol Laut Berdampak Positif, Ini Tantangan yang Harus Diatasi Pemerintah2025-05-21 01:39
Pemprov DKI Carikan Rusun Guna Relokasi Warga Simprug Terdampak Kebakaran2025-05-21 01:23
KPK Tertibkan Tambang Ilegal Beromzet Rp 1,07 Triliun di Sekotong2025-05-21 01:18